Ronald Coase dan Nasrudin Hoja

Ronald Harry Coase, guru besar ekonomi Universitas Chicago, pemenang Nobel ekonomi tahun 1991 melontarkan adagium yang terkenal. “If you torture the data long enough, it will confess.” Bila Anda menganiaya data cukup lama, data itu akan mengaku sesuai keinginan Anda. Adagium itulah yang melandasi keyakinan Coase bahwa para ekonom seharusnya mempelajari ekonomi dari pasar yang nyata, bukan sekedar mempelajari dari teori-teori ekonomi. Ia menemukan banyaknya biaya-biaya transaksi yang harus ditanggung oleh para pelaku ekonomi yang membebani perusahaan dan pada akhirnya mencegah perusahaan itu berkembang dengan baik.

Coase juga dikenal sebagai Bapak Reformasi Kebijakan Publik. Dalam penelitiannya The Federal Communications Commission, ia mengkritik kebijakan yang malah menghambat pertumbuhan industri yang efisien. Pemahaman tentang biaya-biaya transaksi yang harus ditanggung secara tidak efisien oleh para pelaku ekonomi ini kemudian menjadi dasar bagi Oliver Williamson untuk menyusun ulang teori Modern Organizational Economics.

Ronald Coase

Oliver Eaton Williamson, guru besar ekonomi Universitas California Berkeley, pemenang Nobel ekonomi tahun 2009 adalah murid Coase yang menjelaskan lebih lanjut tentang kekuatan-kekuatan pasar dan nonpasar yang mempengaruhi efisiensi sebuah perusahaan. Perusahaan yang setiap pembelian bahan bakar untuk keperluan operasional perusahaan harus melakukan negosiasi on the spot dari hari ke hari akan terbebani biaya transaksi yang lebih mahal. Williamson membandingkannya dengan perusahaan yang memiliki kontrak pembelian bahan bakar sehingga tidak perlu melakukan negosiasi pada setiap kali transksi yang pada akhirnya akan menurunkan biaya transaksi.

Bila setiap produk baru memerlukan perizinan yang memakan proses lama tentu akan lebih efisien bila otoritas membuat regulasi tentang tata cara membuat produk baru. Sehingga para pelaku tidak perlu mengajukan izin baru selama ia mengikuti batasan-batasan yang diatur dalam regulasi tersebut. Williamson kemudian menyusun kajian tentang batasan-batasan antara sektor publik dan sektor swasta, mana yang menjadi tanggung jawab sektor publik dan mana yang menjadi tanggung jawab swasta.

Perkembangan industri keuangan syariah yang demikian cepat menuntut otoritas dan pelaku ekonomi untuk lebih mencermati ide-ide Coase dan Williamson. Pasar yang lebih efisien akan mendorong pertumbuhan dan menjadikan Indonesia lebih kompetitif di pasar global. Bayangkan bila ada dua negara bertetangga yang sesaat lagi akan saling membuka pasarnya, misalnya Masyarakat Ekonomi Asean. Otoritas di negara pertama menanggung beberapa biaya transaksi sehingga para pelaku ekonomi di negara pertama dapat beroperasi lebih efisien. Sedangkan di negara kedua biaya-biaya transaksi tersebut belum dipilah dan dipilih sehingga seluruh biaya transaksi masih harus ditanggung oleh para pelaku ekonomi.

Bila pasar bersama pada saatnya benar-benar dibuka, maka hampir dapat dipastikan para pelaku ekonomi di negara kedua akan kalah bersaing. Bukan karena mereka kalah dalam kemampuan bersaing, namun karena tidak setaranya regulasi di kedua negara.

Pemahaman akan struktur pasar di masing-masing negara menjadi unsur yang sangat penting diperhatikan. Pengenaan risk premium untuk setiap perlakuan istimewa yang diberikan oleh otoritas masing-masing negara merupakan ide segar untuk menjaga kompetisi yang sehat. Pengenaan risk premium juga patut dikenakan pada perusahaan yang mempunyai satu platform yang sama untuk dua pasar yang berbeda. Di pasar pertama, perusahaan menjual dengan harga serendah-rendahnya. Sedangkan keuntungan diambil di pasar yang kedua. Karena pemahaman inilah Jean Tirole guru besar ekonomi di Toulouse School of Economics mendapatkan hadiah Nobel ekonomi tahun 2014.

Adagium Coase if you torture the data long enough, it will confess ada benarnya. Bila lembaga keuangan lokal yang memiliki profil risiko yang sama sekali berbeda dengan lembaga keuangan global diharuskan menggunakan standar yang sama, maka yang muncul adalah biaya-biaya transaksi tambahan yang tidak relevan.

Kesepakatan Basel sangat baik untuk mengatur pasar keuangan dunia, namun dalam penerapannya di masing-masing negara harus dilihat relevansinya. Bahkan di negara maju sekalipun, lembaga keuangan lokal sejenis koperasi komunitas dan lembaga keuangan mikro tidak serta merta dikenakan aturan Basel. Dalam bahasa fikihnya al-ibratu bil ma’ani wala bil mabani, kita ambil kerangka pikir Basel kemudian kita sesuaikan dengan kondisi risiko masing-masing lembaga keuangan di Indonesia.

Sudah saatnya Indonesia memimpin negara-negara lain dengan bekerja sama dengan negara-negara Amerika Latin yang juga memiliki lembaga keuangan mikro untuk mengembangkan standar pengelolaan lembaga keuangan mikro. Memaksakan ukuran keberhasilan investment bank atau corporate bank yang banyak beroperasi di negara-negara maju pada retail bank yang banyak di Indonesia hanya akan membuat frustasi otoritas dan para pelaku ekonomi.

Membandingkan pangsa pasar keuangan syariah Indonesia dengan Kuwait atau Malaysia, misalnya, ibarat membandingkan ekonomi AS dengan Swiss atau Mexico. Mengapa kita membandingkan jumlah nasabah keuangan syariah, misalnya, atau jumlah kantor keuangan syariah. Coase, Williamson, Tirole telah cukup mengajarkan kita bahwa perbedaan perlakuan biaya transaksi, kekuatan pasar dan nonpasar, serta struktur persaingan sangat menentukan daya saing.

Tak lama setelah menduduki Anatolia Turki, raja yang sangat kejam Timur Lenk memanggil satu per satu ulama di daerah itu dan memberikan satu pertanyaan yang sama. “Apakah aku seorang raja yang adil atau raja yang zalim?” Timur Lenk melanjutkan sabdanya, “Bila menurutmu aku adalah raja yang adil maka dengan keadilanku engkau akan kugantung. Sedangkan bila menurutmu aku adalah raja yang zalim maka dengan kezalimanku engkau akan kupenggal.”

Pilihan jawaban yang sulit. Sama sulitnya dengan pilihan: “Ikuti standar kami bila engkau ikuti maka engkau akan mati karena tidak efisien. Bila engkau tidak ikuti maka engkau tidak boleh bertransaksi.”

Beberapa ulama telah menjadi korban. Sampai akhirnya Nasrudin Hoja dipanggil. Ia menjawab, “Sesungguhnya, kamilah, para penduduk di sini, yang merupakan orang-orang zalim dan abai. Sedangkan Anda adalah pedang keadilan yang diturunkan Allah yang Maha Adil kepada kami.” Setelah berpikir sejenak, Timur Lenk mengakui kecerdikan jawaban itu. Maka untuk sementara para ulama terbebas dari kejahatan Timur Lenk lebih lanjut.

Leave a Reply

Your e-mail address will not be published. Required fields are marked *