Indonesia memang unik. Denys Lombard, peniliti École des Hautes Études en Sciences Sociales, dalam bukunya Le carrefour javanais: Essai d’histoire globale, menulis tidak ada satupun tempat di dunia ini yang seperti di Nusantara, menjadi tempat kehadiran hampir semua kebudayaan besar dunia, hidup berdampingan menjadi satu atau lebur menjadi satu.
Kesadaran akan pentingnya nilai-nilai syariah dalam kehidupan menjelma menjadi gaya hidup halal. Besarnya pasar Indonesia telah mendorong banyak perusahaan besar untuk pertama kalinya mencantumkan sertifikat halal pada produknya.
Penelitian Thomson Reuters dengan data tahun 2015 menarik untuk dicermati. Penelitian ini menyusun peringkat negara terbesar pengeluaran untuk produk halal (expenditure rank) dan peringkat negara terbesar penyedia produk halal (player rank).
Dalam penelitian ini, Indonesia memiliki expenditure rank tinggi, selalu masuk sepuluh besar, namun memiliki player rank yang rendah. Untuk industri makanan minuman halal, Indonesia menempati expenditure rank peringkat pertama. Namun dari sisi player rank, peringkat Indonesia tidak masuk sepuluh besar. Pasar besar tanpa diimbangi oleh produsen domestik yang besar pula. Merek-merek lokal belum berkiprah banyak mengisi pasar domestik.
Untuk industri kosmetik dan obat halal, Indonesia memiliki expenditure rank peringkat ke empat. Namun dari sisi player rank Indonesia menduduki peringkat ke delapan. Korea dan Jepang tampak serius menggarap segmen pasar ini.
Untuk industri halal fashion dan halal travel, Indonesia menempati expenditure rank peringkat lima. Namun dari sisi player rank, peringkat Indonesia juga tidak masuk sepuluh besar. Turki tampak menekuni segmen ini. Sajadah Turki mulai menggusur sajadah Cina. Jilbab Turki juga digemari pasar Indonesia, bahkan head scarf Itali juga banyak digunakan sebagai jilbab.
Untuk industri media dan hiburan, expenditure rank Indonedia pada peringkat enam. Dari sisi player rank, Indonesia tidak masuk sepuluh besar. Untuk industri keuangan syariah, expenditure rank Indonesia berada pada peringkat ke sepuluh, sedangkan player rank nya menduduki peringkat ke sepuluh.
Secara makro ekonomi, fenomena ini menyebabkan tingginya impor produk-produk halal yang tidak diimbangi oleh ekspor produk halal. Ini menimbulkan dua dampak terhadap perekonomian Indonesia. Pertama, dampak terhadap devisa Indonesia yang tergerus untuk mengimpor produk-produk halal. Kedua, dampak terhadap Usaha Kecil Mengengah Indonesia yang tertekan oleh masuknya barang-barang impor.
Secara global total industri halal mencapai 3,84 trilyun dolar AS pada tahun 2015 dan diperkirakan mencapai 6,38 trilyun pada tahun 2021. Halal food mencapai 1,17 trilyun pada 2015 dan mencapai 1,91 trilyun pada 2021. Halal travel sebesar 0,15 trilyun pada 2015 dan 0,24 pada 2021. Halal fashion sebesar 0,24 trilyun pada 2015 dan 0,37 trilyun pada 2021. Halal media dan hiburan sebesar 0,19 trilyun pada 2015 dan 0,26 trilyun pada 2021. Halal kosmetik dan obat-obatan mencapai 0,08 trilyun pada 2015 dan 0,13 trilyun pada 2021.
Besarnya pasar global produk halal merupakan peluang bagi Indonesia. Kemampuan Indonesia untuk mengembangkan produsen produk halal oleh karenanya juga akan memberi dua dampak, yaitu pada penghematan devisa dan peningkatan peran Usaha Kecil Menengah. Dampak ini akan semakin penting dan krusial dengan semakin besarnya permintaan domestic Indonesia yang didorong oleh dua hal. Pertama, semakin besarnya kelompok menengah dan usia produktif. Kedua, semakin kuatnya daya beli masyarakat.
Besarnya peluang bisnis halal ini diperebutkan oleh banyak negara. Arab Saudi memiliki visi tahun 2030 menjadi The Heart of Islamic World. Malaysia visinya tahun 2020 menjadi Global Halal and Islamic Hub. Dubai menjadi The Capital of Islamic Economy. Bahkan negara-negara yang bukan mayoritas muslim juga bersiap menggarap pasar produk halal ini.
Thailand memiliki visi menjadi Halal Kitchen of the World. Korea Selatan menjadi The Main Destination of Halal Tourism. Jepang menjadi Key Economic Contributor of Halal Industry. Cina menguasai ekspor pakaian di kawasan Timur Tengah mencsapai 28 milyar dolar AS sebagai The Highest Modest Clothing Export. Inggris menjadi Islamic Finance Hub of the West. Australia menjadi Largest Supplier of Halal Beef to the OIC. Brazil menjadi Largest supplier of Halal Poultry to the Middle East.
Kesadaran ummat Islam untuk memiliki gaya hidup Halal, tanpa diikuti dengan kesadaran untuk memenuhi kebutuhan itu oleh ummat Islam, akan memberi peluang bisnis bagi negara-negara lain, tanpa dapat dimanfaatkan oleh negara-negara yang mayoritas muslim.
Banyak kajian ekonomi yang memperkirakan Indonesia akan menjadi negara maju dengan perekonomian terbesar kelima atau ketujuh pada tahun 2030. Akan sangat ironis bila saat itu Indonesia memiliki expenditure rank tertinggi di dunia karena daya belinya, namun tidak satupun produsen produk halal Indonesia yang menjadi pemain global.
Ratanamaneichata dan Rakkarnb, para peneliti Universitas Kasem Bundit Bangkok, secara khusus mengkaji cara menembus pasar Indonesia dalam penelitian mereka “Quality Assurance Development of Halal Food Products for Export to Indonesia”. Sertifikasi Halal MUI dipandang sebagai bentuk baru Strategi Ketahanan Pangan dan Hambatan Non Tarif dalam perdagangan internasional.
Saqib dan Taneja, para peneliti Indian Council for Research on International Economic Relations, juga mengkaji penghambat ekspor India ke negara-negara ASEAN dalam kajian mereka “Non Tariff Barriers and India’s Exports: The case of Asean and Sri Lanka”. Sertifikasi Halal merupakan salah satu hambatan ekspor India.
Strategi bertahan dengan menciptakan hambatan perdagangan tidak akan bertahan lama. Negara-negara pengekspor produk halal akan mengikuti kriteria halal yang digunakan Indonesia. Saat ini ada 40 negara yang mengikuti standar halal MUI.
Pilihan Indonesia hanya satu yaitu menciptakan banyak pengusaha produk halal menjadi pemain global untuk memenuhi permintaan pasar yang semakin besar. Umar bin Khattab ra mengingatkan, “celaka kalian bila kalian tinggalkan perniagaan sebagai suatu tanggung jawab. Niscaya kelak kalian akan bergantung pada orang lain”.
Adiwarman A. Karim