Ben Bernanke dan Mark Gertler, masing-masing guru besar Universitas Princeton dan Universitas New York, dalam penelitian mereka “Inside the Black Box” menjelaskan bagaimana bank sentral dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan moneter. Penetapan tingkat suku bunga yang tepat oleh bank sentral akan diterjemahkan oleh perbankan melalui penyaluran kredit ke sektor rill yang dampaknya dapat terasa sampai dua tahun ke depan. Berapa besar dampaknya pada sektor riil sangat tergantung pada efektifitas mekanisme transmisi di setiap negara yang mereka sebut “inside the black box”.
Serhan Cevik dan Katerina Teksoz, peneliti IMF, dalam penelitian mereka “Lost in Transmission” menunjukkan efektifitas kebijakan moneter banyak yang terbuang percuma bila industri perbankan sebagai penyalur kredit ke sektor riil tidak bekerja optimal dan memiliki masalah likuiditas di dalam industri perbankan mereka. Meskipun suku bunga acuan bank sentral telah diturunkan, namun bila perbankan masih kesulitan likuiditas maka tingkat suku bunga perbankan masih akan tetap tinggi.
Mark Carney, gubernur Bank Sentral Kanada, dalam arahannya “The Transmission Mechanism and the Effectiveness of Monetary Policy Actions” dengan tepat membedakan antara interest rate spreads yaitu tingkat suku bunga perbankan yang didalamnya telah memperhitungkan risiko kredit, dengan absolute level of interest rate yaitu suku bunga acuan bank sentral. Tingkat interest rate spreads ditentukan oleh efisiensi pasar keuangan, sedangkan tingkat suku bunga absolute lah yang dapat dipengaruhi oleh kebijakan moneter bank sentral.
Bank Indonesia baru saja memperkenalkan suku bunga BI Repo 7 hari sebagai tingkat suku bunga acuan menggantikan BI Rate yang mengacu pada rate 12 bulan. Instrumen ini diharapkan dapat memperkecil jarak antara suku bunga acuan BI dengan tingkat suku bunga perbankan sehingga dapat memperbaiki efektifitas kebijakan moneter. Seberapa efektif kebijakan ini akan sangat tergantung pada seberapa besar lost in transmission nya.
Di India, misalnya, mekanisme transmisi dari saat penentuan suku bunga acuan bank sentral sampai diterjemahkan menjadi tingkat suku kredit memakan waktu 32 bulan. Sedangkan untuk diterjemahkan menjadi tingkat suku bunga deposito memakan waktu 23 bulan. Salah satu sebab lambatnya mekanisme transmisi ini adalah besarnya sektor keuangan informal. Sektor keuangan informal ditandai oleh tiga hal, yaitu terbatasnya akses kredit padahal permintaan tinggi sehingga bunga nya tinggi, dan tingginya biaya operasional yang dibebankan ke suku bunga, serta risiko kredit yang tanpa agunan yang juga dibebankan ke tingginya suku bunga.
Disamping itu, mekanisme transmisi juga mengalami kelambatan musiman ketika terjadi kesulitan likuiditas musiman pada bulan-bulan tertentu di India. Jadi ada yang sifatnya struktural dan ada yang sifatnya musiman.
Tim Callen dan Jonathan Ostry, peneliti IMF, dalam buku mereka Japan’s Lost Decade: Policies for Economic Revival, menunjukkan keterkaitan empat hal penting untuk mengurangi lost in trnamission. Pertama, kesehatan sektor perbankan dan keuangan. Kedua, kesehatan sektor korporasi. Ketiga, efektifitas kebijakan fiskal. Keempat, efektifitas kebijakan moneter dan kebijakan nilai tukar. Secara khusus juga dibahas kebijakan moneter yang tepat dalam ekonomi yang mengalami kelesuan panjang dan inflasi negatif.
Lost in transmission juga terjadi pada penyampaian informasi. Dalam permainan ‘pesan bersambung’ dimana suatu pesan dibisikkan ke orang pertama, lalu secara berantai membisikkan pesan ke orang selanjutnya, maka sering kali pesan yang sampai pada orang terakhir jauh berbeda dengan pesan awalnya.
Hau Lee, Padmanabhan, Seungjin Whang, para guru besar Universitas Stanford, dalam penelitian mereka “Information Distortion in a Supply Chain”, menunjukkan distorsi informasi menimbulkan ketidakefisienan dalam manajemen persediaan barang. Tenaga pemasar menyampaikan jumlah barang yang dibutuhkan, kemudian supervisor nya menambahkan jumlahnya agar tidak kekurangan barang, lalu gudang menambahkan lagi dengan alasan yang sama, terus demikian, sehingga produksi meningkat jauh lebih besar daripada yang dibutuhkan pasar. Demikian sebaliknya. Inilah yang disebut the Bullwhip Effect yaitu kecenderungan menyediakan lebih banyak daripada yang dibutuhkan.
Supervisor lapangan yang keluarganya memiliki bisnis yang sama, dapat dengan sengaja memberikan informasi yang keliru agar persediaan barang langka pada saat tertentu sehingga bisnis keluarganya mengambil keuntungan atas langkanya barang.
Kepentingan pemodal besar juga dapat dengan sengaja memperlambat mekanisme transmisi. Kelangkaan likuiditas yang sifatnya musiman menjadi bersifat jangka panjang. Kebutuhan dolar importir dipasok dari dalam negeri, penerimaan dolar eksportir di parkir di luar negeri. Lost in transmission kebijakan moneter akhirnya bertambah besar.
Ketika kaum muslimin kesulitan air di Madinah, dan air dimonopoli oleh pemilik sumur yang menjualnya dengan harga tinggi. Terjadi lost in transmission yang besar akibat ulah pemilik sumur. Kemudian Ustman bin Affan RA menawar membeli sumur tersebut. Pemiliknya sebenarnya tidak ingin menjualnya sehingga meminta harga yang sangat mahal yaitu 20.000 dirham.
Ustman RA dengan cerdik menawar 12.000 dirham dengan perjanjian sumur itu digunakan secara berganti hari, sehari jatah Yahudi pemilik awal, sehari jatah Ustman RA. Jual beli pun disepakati. Pada hari jatah Ustman RA, semua kaum muslimin mengambil air sebanyak-banyaknya sehingga cukup untuk keperluan dua hari. Pada hari jatah Yahudi pemilik awal sumur, tidak ada lagi kaum muslimin yang datang untuk membeli air karena telah mempunyai persediaan yang cukup. Demikan berjalan dari hari ke hari.
Pada akhirnya Yahudi pemilik awal sumur, menjual sisa haknya atas sumur tersebut kepada Utsman RA dengan harga 8000 dirham. Sejak itu sumur tersebut dapat dimanfaatkan secara gratis oleh semua orang termasuk Yahudi pemilik awal tadi. Everybody is happy in fairness.
Kecilnya lost in transmission dalam kebijakan moneter akan membawa kebaikan kepada seluruh pihak dalam perekonomian Indonesia, termasuk mereka yang paranoid terhadap perekonomian Indonesia. Sebaliknya kekawatiran buta dengan mitigasi risiko yang berlebihan seakan perekonomian Indonesia akan terpuruk dalam, malah menambah besar lost in transmission.
Umar bin Khattab RA mengingatkan, “Penyesalan tidak dapat merubah masa lalu. Kekawatiran tidak dapat merubah masa depan”. Hanya kebaikan yang akan mengundang kebaikan berikutnya.
Adiwarman A. Karim