Angus Deaton dan Abu Dzar

Angus Deaton, guru besar Universitas Princeton AS, menjadi penerima Nobel ekonomi tahun 2015 karena pemikirannya tentang pola konsumsi masyarakat miskin, cara meningkatkan kesejahteraan mereka sekaligus mengurangi kemiskinan.  Bagi Deaton, memahami pola konsumsi masing-masing individu miskin merupakan langkah awal meningkatkan kesejahteraan suatu bangsa.

Angus deatonDeaton menjawab tiga pertanyaan besar ilmu ekonomi.  Pertama, bagaimana setiap individu membagi penggunaan uangnya.  Kedua, berapa banyak uang yang digunakan masyarakat untuk belanja dan berapa banyak yang disimpan.  Ketiga, bagaimana cara terbaik mengukur kemiskinan dan kesejahteraan.

Untuk pertanyaan pertama, Deaton  dan John Muellbauer guru besar Universitas Oxford, mengembangkan alat ukur yang disebutnya sebagai Almost Ideal Demand System yang saat ini telah menjadi ukuran standar dampak suatu kebijakan ekonomi terhadap kesejahteraan berbagai lapisan masyarakat.

Untuk pertanyaan kedua, Deaton menemukan bahwa dinamika turun naiknya kondisi makro ekonomi suatu Negara tidak selalu sama dengan dinamika turun naiknya kondisi masing-masing individu pada berbagai lapisan masyarakat.  Masing-masing individu akan menyesuaikan konsumsinya dengan pendapatannya, bukan dengan kondisi makro ekonomi.  Oleh karenanya memahami perilaku konsumsi individu berbagai lapisan masyarakat menentukan efektif tidaknya suatu kebijakan dalam meningkatkan kesejahteraan.  Melemahnya rupiah bagi petani lada dan coklat malah meningkatkan pendapatan, tapi menyulitkan bagi pembuat tempe tahu yang berbahan baku kedelai impor, misalnya.

Untuk pertanyaan ketiga, Deaton menemukan bahwa membandingkan tingkat kemiskinan dari waktu ke waktu, antara satu wilayah dengan wilayah lain, dengan ukuran-ukuran makro ekonomi seringkali tidak tepat.  Sebaliknya, membandingkan pendapatan dan kalori yang dimakan, peran pria dan wanita dalam ekonomi keluarga dapat menggambarkan lebih tepat.

Hal ini mengingatkan kita pada ukuran ‘garis kemiskinan Sajogyo’.  Menurut Sajogyo, guru besar IPB, kelompok miskin adalah rumah tangga yang mengkonsumsi pangan kurang dari nilai tukar 240 kg beras setahun per kepala di pedesaan atau 369 kg di perkotaan.

Ketidakpahaman para pembuat kebijakan ekonomi terhadap masyarakat miskin karena mereka bukan berasal dari keluarga miskin, seringkali membuat masyarakat miskin semakin terabaikan.  Banyak bank besar berani memasuki bisnis kartu kredit dan kredit tanpa agunan untuk nasabah perkotaan, bahkan tanpa pernah bertatap muka dengan nasabah tersebut.  Sebaliknya hanya sedikit bank yang mau memberikan kredit tanpa agunan kepada nasabah mikro di pedesaan walaupun bank dapat dengan mudah bertatap muka dengan mereka.

Banyak perusahaan asuransi besar secara agresif menggarap segmen menengah kaya perkotaan, bahkan ketika lapse rate (nasabah yang berhenti sebelum waktunya) meningkat.  Sebaliknya sangat sedikit yang mau menggarap segmen asuransi mikro di pedesaan walaupun lapse rate nya rendah ketika mereka arisan sebagai cara tradisional mengelola risiko.

Bank-bank dan perusahaan asuransi di Indonesia yang memahami segmen mikro ternyata malah memiliki kinerja keuangan yang lebih baik.  Bagi bank yang tidak memahami segmen ini, menyebut segmen ini  tidak layak menjadi nasabah bank (unbankable).   Sebaliknya dari kaca mata nasabah mikro, hanya ada dua jenis bank yaitu bank yang memiliki kemampuan melayani mereka (capable bank) dan bank yang tidak memiliki kemampuan (uncapable bank).

Abu Dzar al Ghifari, sahabat Rasulullah saw, selalu ingat dan mengingatkan wasiat yang didengarnya dari Rasulullah saw agar mencintai orang-orang miskin dan dekat dengan mereka.  Bahkan ketika Abu Dzar tidak memiliki makanan untuk dibagi, Rasulullah saw berpesan “banyakkanlah kuahnya dan berikan kepada tetanggamu”.

Imam Ghazali menulis dalam Ihya Ulumuddin, Allah SWT mewahyukan kepada Nabi Ismail as “carilah Aku di tengah orang-orang yang hancur hatinya”.  Ismail as bertanya “siapakah mereka?”,  Allah menjawab “orang-orang miskin yang jujur. Tidak ada yang lebih mulia daripada orang miskin yang ridha”.  Pada hari kiamat, Allah SWT berfirman “mana orang yang terpilih dari makhluk-Ku? Para malaikat bertanya “siapakah mereka itu wahai Tuhan kami?” Allah berfirman “orang-orang yang miskin, yang merasa cukup dengan pemberian-Ku, yang ridha dengan ketentuan-Ku, masukkan mereka ke surga”.

Outlook perbankan syariah tahun 2016 akan diwarnai dengan pertumbuhan yang didorong oleh lima hal penting, utamanya pada segmen orang-orang kecil.  Pertama, hampir selesainya konsolidasi dua bank umum syariah terbesar di Indonesia.  Kedua, konversi satu bank umum konvensional menjadi bank umum syariah dengan mayoritas nasabah karyawan-karyawan golongan rendah.  Ketiga, ekspansi tiga bank umum syariah di segmen mikro.  Keempat, ekspansi beberapa bank umum syariah dan unit syariah dengan mayoritas nasabah golongan rendah untuk memiliki rumah dan kendaraan bermotor.  Kelima, diperkirakan masuknya pemain baru yang akan mengkonversi bank umum konvensional menjadi bank umum syariah dengan mayoritas nasabah pengusaha kecil.

Outlook asuransi syariah tahun 2016 akan mendapat dua warna baru.  Pertama, spin off satu unit syariah menjadi perusahaan asuransi syariah.  Kedua, unit syariah satu asuransi mikro akan melampaui angka 2 juta nasabah.  Outlook penjaminan syariah akan ditandai dengan berdirinya perusahaan penjaminan syariah kedua hasil spin off, kedua perusahaan penjaminan syariah ini mayoritas nasabahnya adalah perngusaha kecil dan mikro.

Pesan Angus Deaton dan Abu Dzar akan menggema di bumi nusantara melalui kiprah industri keuangan syariah yang semakin memahami segmen terbawah dari pyramid populasi Indonesia, segmen mayoritas bangsa ini, segmen mayoritas ummat Islam Indonesia.

Tidak ada yang lebih mulia daripada orang miskin yang ridha, dan melayani mereka adalah perbuatan mulia yang mengundang pertolongan dan rezeki dari Allah.

 

Adiwarman A. Karim

Leave a Reply

Your e-mail address will not be published. Required fields are marked *